Mengenal org ke dua yang mendaki Gunung Semeru.....Franz Wilhelm Junghuhn tahun 1838...
Franz Wilhelm Junghuhn lahir di Mansfeld, Jerman, 26 Oktober 1809. Beliau merupakan seorang naturalis, dokter, botanikus, geolog, dan juga seorang penulis yang berjasa terhadap penelitian di Pulau Jawa.
Di Paris, ia bertemu dengan seorang Botanikus berkebangsaan Belanda,Christian Hendrik Persoon, yang merekomendasikan Junghuhn untuk masuk Tentara Kolonial Belanda sebagai Dokter, dan pada 13 Oktober 1835 ia tiba di Batavia (Jakarta)
Setibanya di Pulau Jawa, ia melakukan penelitian yang ekstensif terhadap alam dan penduduk Jawa. Hasil dari penelitiannya tersebut berupa peta pertama topografi pulau Jawa pada tahun 1845. Peta itu lengkap menggambarkan pembagian wilayah sekaligus kontur Jawa dan menampilkan gunung-gunung di Jawa dalam berbagai variasi tinggi.
Pada Tahun 1837 Junghuhn menemukan pertama kali kawasan kawah putih, Ciwidey, yang kini terkenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Kota Bandung.
Salah satu jasa beliau dalam dunia kesehatan diantaranya adalah dalam hal merintis budidaya tanaman kina yang berkhasiat untuk mengobati penyakit malaria yang pada saat itu merupakan penyakit yang sedang mewabah. Bahkan selepas wafatnya beliau atau tepat pada akhir abad ke 19, Hindia Belanda memasok 2/3 kebutuhan kina dunia.
Dalam ekspedisinya mendaki gunung-gunung di seluruh Indonesia (Hindia Belanda pada saat itu) tercatat bahwa Jughuhn adalah orang kedua yang mendaki Gunung Semeru, Jawa Timur, melalui jalur gunung Ayek-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo, setelah percobaan pertama dilakukan oleh Clignet (1838) seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda dari sebelah barat daya lewat Widodaren.
Saat ini sendiri, jalur pendakian Semeru yang umum dilakukan adalah melalui lereng utara via Ranu Pane - Ranu Kumbolo.
Pada 24 April 1864, ketika deraan disentri amoeba membawa Junghuhn semakin mendekati sakaratul maut, kepada IsaƤc Groneman--pengagum, sahabat, sekaligus dokter pribadinya yang menemani--dia menyebutkan permintaan terakhir yang terdengar begitu puitis sekaligus menggetarkan: "Sahabatku yang baik, bukakanlah untuk aku jendela-jendela. Aku ingin berpamitan dengan gunung-gunungku tercinta. Untuk terakhir kali, aku ingin memandang hutan-hutan, aku ingin menghirup udara pegunungan."
Dengan Berselempang kain di leher, lelaki petualang dengan infeksi usus besar yang menyiksa itu menyunggingkan senyum. Matanya yang setajam mata elang tak juga sayu. Seperti akan menerima kebahagiaan. Groeneman membuka jendela-jendela dan menyeruaklah hawa dingin dan segar dari arah Gunung Tangkuban Perahu di depan yang seperti raksasa tergolek dalam kabut tebal di remang-remang bulan tua.
Saat itu hampir jam tiga dini hari. Usia Junghuhn 54 tahun dan hingga mengembuskan napas terakhir, sang penutup zaman naturalis generalis terakhir itu tetap memegang teguh bahwa hanya alam sajalah "sumber segala kebenaran" serta satu-satunya "manifestasi ilahiah". Junghuhn wafat sebagai koppige bergbewoner alias "orang gunung yang keras kepala".
Makamnya terdapat di kaki Gunung Tangkuban Perahu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dalam sebuah taman, yang didalamnya terdapat sisa-sisa tanaman Kina, baik dari jenis Cinchona succirubra maupun C. ledgeriana.
Namanya kini diabadikan sebagai nama beberapa jenis tanaman yaitu Cemara gunung (Casuarina Junghuhniana) , Cyathea junghuhniana and Nepenthes junghuhnii.
Franz Wilhelm Junghuhn lahir di Mansfeld, Jerman, 26 Oktober 1809. Beliau merupakan seorang naturalis, dokter, botanikus, geolog, dan juga seorang penulis yang berjasa terhadap penelitian di Pulau Jawa.
Di Paris, ia bertemu dengan seorang Botanikus berkebangsaan Belanda,Christian Hendrik Persoon, yang merekomendasikan Junghuhn untuk masuk Tentara Kolonial Belanda sebagai Dokter, dan pada 13 Oktober 1835 ia tiba di Batavia (Jakarta)
Setibanya di Pulau Jawa, ia melakukan penelitian yang ekstensif terhadap alam dan penduduk Jawa. Hasil dari penelitiannya tersebut berupa peta pertama topografi pulau Jawa pada tahun 1845. Peta itu lengkap menggambarkan pembagian wilayah sekaligus kontur Jawa dan menampilkan gunung-gunung di Jawa dalam berbagai variasi tinggi.
Pada Tahun 1837 Junghuhn menemukan pertama kali kawasan kawah putih, Ciwidey, yang kini terkenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Kota Bandung.
Salah satu jasa beliau dalam dunia kesehatan diantaranya adalah dalam hal merintis budidaya tanaman kina yang berkhasiat untuk mengobati penyakit malaria yang pada saat itu merupakan penyakit yang sedang mewabah. Bahkan selepas wafatnya beliau atau tepat pada akhir abad ke 19, Hindia Belanda memasok 2/3 kebutuhan kina dunia.
Dalam ekspedisinya mendaki gunung-gunung di seluruh Indonesia (Hindia Belanda pada saat itu) tercatat bahwa Jughuhn adalah orang kedua yang mendaki Gunung Semeru, Jawa Timur, melalui jalur gunung Ayek-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo, setelah percobaan pertama dilakukan oleh Clignet (1838) seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda dari sebelah barat daya lewat Widodaren.
Saat ini sendiri, jalur pendakian Semeru yang umum dilakukan adalah melalui lereng utara via Ranu Pane - Ranu Kumbolo.
Pada 24 April 1864, ketika deraan disentri amoeba membawa Junghuhn semakin mendekati sakaratul maut, kepada IsaƤc Groneman--pengagum, sahabat, sekaligus dokter pribadinya yang menemani--dia menyebutkan permintaan terakhir yang terdengar begitu puitis sekaligus menggetarkan: "Sahabatku yang baik, bukakanlah untuk aku jendela-jendela. Aku ingin berpamitan dengan gunung-gunungku tercinta. Untuk terakhir kali, aku ingin memandang hutan-hutan, aku ingin menghirup udara pegunungan."
Dengan Berselempang kain di leher, lelaki petualang dengan infeksi usus besar yang menyiksa itu menyunggingkan senyum. Matanya yang setajam mata elang tak juga sayu. Seperti akan menerima kebahagiaan. Groeneman membuka jendela-jendela dan menyeruaklah hawa dingin dan segar dari arah Gunung Tangkuban Perahu di depan yang seperti raksasa tergolek dalam kabut tebal di remang-remang bulan tua.
Saat itu hampir jam tiga dini hari. Usia Junghuhn 54 tahun dan hingga mengembuskan napas terakhir, sang penutup zaman naturalis generalis terakhir itu tetap memegang teguh bahwa hanya alam sajalah "sumber segala kebenaran" serta satu-satunya "manifestasi ilahiah". Junghuhn wafat sebagai koppige bergbewoner alias "orang gunung yang keras kepala".
Makamnya terdapat di kaki Gunung Tangkuban Perahu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dalam sebuah taman, yang didalamnya terdapat sisa-sisa tanaman Kina, baik dari jenis Cinchona succirubra maupun C. ledgeriana.
Namanya kini diabadikan sebagai nama beberapa jenis tanaman yaitu Cemara gunung (Casuarina Junghuhniana) , Cyathea junghuhniana and Nepenthes junghuhnii.
0 komentar:
Post a Comment